Kamis, 02 Juni 2011

Menuju Pahala 27 Derajat

Sholat berjama’ah adalah termasuk dari tindak lampah Rasulullah dan para shahabatnya. Rasulullah dan para shahabatnya selalu melaksanakannya, tidak pernah meninggalkannya kecuali jika ada ‘udzur syar’i. Bahkan ketika Rasulullah sakit pun Beliau tetap melaksanakan shalat berjama’ah di masjid, dan ketika sakitnya semakin parah beliau memerintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam dari para shahabat yang lain. Para shahabat pun bahkan ada yang dipapah oleh dua orang (karena sakit) untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.






Mengenai hukum sholat jama’ah (selain dalam sholat Jum’ah), para ulama berbeda pandangan dalam menyimpulkan hukum dari nash-nash yang ada baik Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Ada yang menyimpulkan fardlu ‘ain, ada yang menyimpulkan fardlu kifayah, dan ada yang menyimpulkan sunnah muakkadah. (Lihat Kifayatul Akhyar Fi Halli Ghoyatil Ikhtishor)


Terlepas dari perbedaan mengenai hukum sholat berjamaah, kita sebagai ummat Muhammad SAW yang begitu merindukan syafa’at dan bertemu dengan beliau, sudah sepantasnya dan seharusnya untuk mengusahakan semaksimal mungkin agar meniru dan mengikuti tindak lampah beliau yang selalu aktif sholat berjama’ah, khususnya di masjid dan di awal waktu. Apalagi, sudah jelas bahwa keutamaan jama’ah sangat banyak, yang antara lain bahwa pahala sholat berjamaah 27 kali lipat pahala sholat sendirian.


Untuk menuju 27 derajat, dalam berjama’ah kita harus memperhatikan berbagai hal baik yang berhubungan dengan keabsahan atau keafdloliyyahan, antara lain:
1. Sholat pada waktunya, misalnya dhuhur di waktu dhuhur, ashar di waktu ashar, dan seterusnya.
2. Sebelum sholat telah berwudlu dengan benar, yaitu antara lain adalah hati berniat wudlu ketika membasuh wajah.
3. Konsentrasi, khusyu’, dan mantap.
4. Takbirotul ihrom ketika berdiri tenang dan tidak membentangkan kaki (mbegagah).
5. Hati berniat sholat ketika bibir mengucapkan Takbirotul Ihrom.
6. Bacaan Takbirotul Ihrom bukan dibaca di hati, tapi harus terdengar oleh telinganya sendiri.
7. Bacaan Takbirotul Ihrom berbunyi: Allohu-Akbar, bukan AllohuWakbar
8. Membaca Fatihah dalam posisi berdiri.
9. Bacaan Fatihah bukan dibaca di hati, tapi harus terdengar telinganya sendiri.
10.Membaca Fatihah dengan benar.
11. Bacaan Fatihah ma’mum tidak mendahului Fatihah imam.
12. Bacaan Tahiyyat bukan dibaca di hati, tapi harus terdengar telinganya sendiri.
13. Bacaan Salam bukan dibaca di hati, tapi harus terdengar telinganya sendiri.
14. Harus diam tuma’ninah di setiap rukun sholat.
15. Laki-laki tidak berma’mum pada perempuan.
16. Tidak boleh berma’mum pada ma’mum lain.
17. Tidak bermakmum kepada imam yang bacaan Fatihahnya tidak benar
18. Ma’mum harus yakin bahwa shalat imamnya sah.
19. Posisi makmum di belakang imam.
20. Jarak antara ma’mum dengan imam, atau ma’mum dengan ma’mum di depannya, tidak lebih dari 150 cm.
21. Ma’mum mengetahui gerakan imam, baik secara langsung, atau mengetahui makmum di depannya, atau suara.
22. Tidak ada penghalang antara imam dan ma’mum,
- apabila sama-sama di masjid, tidak ada penghalang jalan menuju imam.
- bila tidak sama-sama di dalam masjid, tidak ada penghalang pandangan dan penghalang jalan menuju imam.
23. Ma’mum berniat jama’ah ketika Takbirotul Ihrom.
24. Gerakan ma’mum tidak membarengi atau mendahului gerakan imam.
25. Ma’mum mengikuti seluruh gerakan sholat imam, dan tidak melakukan gerakan yang tidak dilakukan imam
26. Ma’mum membaca Fatihah dan ruku’ pada saat yang tepat, yaitu:
a) Apabila Ma’mum melakukan Takbirotul Ihrom ketika Imam bergerak ruku’ atau sedang ruku’, maka ma’mum langsung ikut ruku’ tanpa harus membaca Fatihah. Ma’mum seperti ini disebut ma’mum masbuq.
b) Apabila Ma’mum melakukan Takbirotul Ihrom ketika imam masih berdiri, maka:
1) Apabila ma’mum tidak berkeyakinan mampu menyelesaikan Fatihah, maka ma’mum langsung membaca Fatihah sampai imam melakukan ruku’ meskipun Fatihah ma’mum ini belum selesai, kemudian ikut ruku’ bareng imam. Ma’mum seperti ini disebut ma’mum masbuq.
2) Apabila ma’mum berkeyakinan bahwa waktunya hanya mencukupi untuk menyelesaikan Fatihah tanpa do’a iftitah, maka ma’mum langsung membaca Fatihah sampai selesai, kemudian ikut ruku’ bersama imam. Ma’mum seperti ini disebut ma’mum muwafiq.
3) Apabila ma’mum berkeyakinan mampu menyelesaikan do’a iftitah dan Fatihah, maka ma’mum membaca do’a iftitah dulu baru membaca Fatihah, kemudian ikut ruku’ bersama imam. Ma’mum seperti ini disebut ma’mum muwafiq.


Keterangan
Ma’mum yang mempunyai kesempatan menyelesaikan Fatihah ketika imam masih dalam keadaan berdiri dinamakan Ma’mum Muwafiq. Ma’mum yang tidak mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan Al-Fatihah ketika imam masih dalam keadaan berdiri dinamakan Ma’mum Masbuq.


Merupakan suatu kesalahan, apabila seorang ma’mum masbuq tidak dapat ruku’ bersamaan dengan imam, hanya karena ma’mum masbuq ini menuntaskan Fatihah yang bukan kewajibannya.
27. Ma’mum menempati posisi yang tepat.
Posisi Berjamaah, apabila ma’mum adalah:
1) Seorang ma’mum pria, maka ma’mum ini berada di sebelah kanan imam agak ke belakang sedikit.
2) Seorang ma’mum pria yang baru datang, dan di belakang imam sudah ada 1 orang ma’mum pria, maka ma’mum pria yang baru datang ini langsung bertempat di sebelah kiri ma’mum pertama, kemudian mundur dengan halus ketika sudah berdiri hingga keduanya berada di belakang imam.
3) Dua orang makmum pria atau lebih, maka ma’mum ini berada di belakang imam membentuk barisan
4) Hanya makmum wanita baik 1 orang atau lebih, maka ma’mum ini berada di belakang imam
5) Hanya makmum wanita dan 1 orang ma’mum pria, maka posisi seorang ma’mum pria ini di sisi kanan imam agak ke belakang, dan ma’mum wanita berada di belakang makmum pria.
6) Ma’mum wanita dan 2 ma’mum pria, maka 2 orang ma’mum pria berada di belakang imam dalam 1 barisan, dan ma’mum wanita berada di belakang ma’mum pria.
7) Seorang ma’mum pria yang datang ketika sudah ada seorang ma’mum wanita, maka seorang ma’mum pria ini bertempat di sebelah kanan imam agak ke belakang, dan ma’mum wanita bertempat di belakang ma’mum pria.
8) Ma’mum pria dan anak-anak, maka ma’mum pria berada di belakang imam, dan anak-anak berada di belakang ma’mum pria. Ada juga yang menyimpulkan bahwa seorang anak-anak yang sudah pintar diposisikan seperti ma’mum pria dewasa. Anak-anak yang belum pintar dibebaskan tempatnya.


Kesalahan-kesalahan Yang Mungkin Bisa Terjadi:
1. Niat di hati tidak pada saat Takbirotul Ihrom.
2. Takbirotul Ihrom hanya dibaca dalam hati dan tidak mengeluarkan suara.
3. Dalam Takbirotul Ihrom mengucapkan AllohuWakbar.
4. Membaca Fatihah hanya di dalam hati dan tidak mengeluarkan suara.
5. Membaca Fatihah dengan memendekkan bacaan Mad ‘Aridl Lis Sukun yang ada di akhir ayat.
6. Ma’mum masih membaca Fatihah ketika sudah bergerak ruku’.
7. Membaca Fatihah tidak dilafalkan huruf per huruf, tapi ada huruf yang tidak terbaca.
8. Ma’mum masbuk menyelesaikan Fatihah dan tidak segera mengikuti ruku’ imam.
9. Tidak ada diam tuma’ninah dalam rukun, khususnya ketika i’tidal.
10. Melakukan gerakan kasar 2 kali berturut-turut.
11. Membentang sajadah yang besar dan lebar hingga membuat barisan tidak rapat.


Udzur Tidak Menghadiri Shalat Berjama’ah, antara lain:
1. Dingin dan hujan.
2. Sakit yang memberatkan penderitanya berjama’ah.
3. Kondisi keamanan tidak stabil, yang dapat membahayakan diri, harta, dan kehormatannya.
4. Menahan buang air kecil atau besar.
5. Tertidur


Kaum Muslimah Shalat di Rumah
Adapun bagi kaum muslimah lebih utama shalat di rumahnya daripada di masjid. Apabila kaum muslimah diberi idzin suaminya untuk shalat di masjid, maka harus menutupi aurotnya secara sempurna, tidak memakai wangi-wangian, tidak ditakutkan menimbulkan praduga negatif, dan lain-lain yang telah dijelaskan para ‘ulama.




(Dirangkum oleh Tim Redaksi Tanbih,
dengan mereferensi al kutub al mu’tabaroh
‘alal madzhab asy-syafi’iyyah).



3 komentar:

  1. Maroji'nya dicantumkan juga, biar bisa dipakai cari ta'bir

    BalasHapus
  2. Wah, FAS Tambakboyo is the best

    BalasHapus

Apa komentar Anda?

Apa yang kurang dari Blog ini?

FAS TAMBAKBOYO