Kamis, 03 Mei 2012

ILMU TAJWID, ILMU LANGIT YANG TAK DIANGGIT


ILMU TAJWID, ILMU LANGIT YANG TAK DIANGGIT

Pendahuluan
Mungkin judul di atas dinilai terlalu berlebihan, ekstrim, mengada-ada, atau tidak sesuai dengan isi tulisan ini. Namun dalam kesempatan kali ini sengaja topik tersebut saya kemukakan, untuk bahan perbandingan dalam muroja’ah, atau sebagai modal untuk berta’allum dalam membaca Al-Qur’an bagi yang belum menguasai prakteknya.
Kalau boleh saya menyebut, 85% santri di Tambakboyo telah menguasai disiplin ilmu tajwid. Idhar, Idghom, Ikhfa’, Iqlab, dan hukum-hukum bacaan lain telah hafal di luar kepala. Namun, dengan sangat terpaksa juga saya harus mengatakan, bahwa dalam 85% santri Tambakboyo tersebut, hanya 4% yang mampu dan mau mempraktekannya. Pendeknya, 95% santri tidak menerapkan tajwid dengan benar dalam membaca Al-Qur’an. Saya menyimpulkan demikian, karena berdasar pada survey di tiap masjid pada saat tadarrus di bulan Romadlon.
Mungkin ada anggapan bahwa apa yang saya ungkapkan ini engkek[1], dan mungkin juga ada celetukan: “Ah, saya juga sudah menggunakan tajwid dalam setiap membaca Al-Qur’an. Sejak kecil saya kan sudah belajar mengaji. Guru ngaji saya juga tidak pernah menyalahkan saya. Berarti saya ini sudah benar.” Namun, tidak ada salahnya bila kita mengoreksi bacaan Al-Qur’an kita dengan standart benar-salahnya bersumber dari kitab-kitab mu’tabaroh[2], dan bukan mengacu pada Tidak Ada Yang Menyalahkan Bacaan Saya, Berarti Saya Sudah Benar.”

Wajib Menerapkan Ilmu Tajwid
Tidak ada satu Ulama’ pun yang mengatakan bahwa hukum menerapkan ilmu tajwid adalah tidak wajib. Artinya, hukum menerapkan tajwid adalah wajib bagi setiap orang yang sedang membaca Al-Qur’an. Hal ini juga sesuai dengan ketika Sayyidina Ali Bin Abi Tholib dimintai penjelasan mengenai ayat WAROTTILIL QUR’ANA TARTILAN, beliau menjawab bahwa TARTIL adalah menerapkan tajwid dalam setiap huruf, serta mengetahui seluk beluk waqof[3]. Disebutkan dalam kitab Ahkamut Tajwid berikut ini:
حكمه : (أ) حُكْمُ تَعَلُّمِه فرضُ كِفَايَةٍ، فإذا قام به البعض سقط عن الآخرين. (ب) حُكْمُ تطبيقه هو فرضُ عَيْنٍ لمَنْ يقرأ القرآن، حيث يجب أن يعرف الأداء الصحيح عن طريق المشافهة.
Hukum wajib ini bisa dimaklumi, karena pada suatu ketika ada hal-hal yang dapat mengubah arti/makna Al-Qur’an apabila tidak menerapkan disiplin ilmu tajwid.
Sebagai contoh, kesalahan dalam menerapkan tajwid dapat membelokkan arti kata, antara lain:
kata خُذُوْا       menjadi    خُظُوا
kata اَعُوْذُ     menjadi    اَعُوْظُ
kata مُسْتَقَرٌّ   menjadi    مُصْتَقَرٌّ
kata اِصْبِرُوْا   menjadi    اِسْبِرُوْا
Dan lain-lain.

Pembaca Al-Qur’an yang tidak sesuai dengan ilmu tajwid dalam setiap bacaannya, maka disebut Lahn (لـحن), sebagimana disebutkan di dalam Ahkamut Tajwid (saya ringkas) berikut ini.
اللحن هو الخطأ والإنحراف والميل عن الصواب، وهو قسمان، اللحن الجلي واللحن الخفي. اللحن الجلي هو خطأٌ يطرأ على اللفظ فيُخِلُّ بعُرْفِ القراءة ومبنى الكلمة،سواء أخلَّ بالمعنى أم لم يُخِلّ. اللحن الخفي هو خَلَلٌ يطرأ على الألفاظ فيُخِلُّ بالعُرْفِ ولا يُخِلُّ بالمبنى، سواء أخَلَّ بالمعنى أم لم يُخِلّ به، وهو نوعان، (1) نوعٌ يعرفه عامة القراء، مثل ترك الإدغام في مكانه، وترقيق المُفَخَّم، وتفخيم المُرَقَّق، ومَدُّ المقصور، وقصر الممدود، وغير ذلك مما يخالف قواعد التجويد. وهذا اللَّحْنُ مُحَرَّمٌ بالإِجمَاع. (2) نوعٌ لا يعرفه إلا المَهَرَة من المُقْرِئِين، مثل تكرير الراءات، وترعيد الصوت بالمد والغُنَّة، وزيادة المد في مقداره أو إنقاصه، وغير ذلك مما يُخِلُّ باللفظ ويَذْهَبُ بِرَوْنَقِهِ. وهذا اللحن ليس بمُحَرَّمٍ؛ حيث إنه يحتاج إلى مهارة فائقة وذوق رفيع لا يتوفر عند الكثيرين. ولكن ينبغي المجاهدة والتمرين لإتقانه.


 






















Materi Dasar Ilmu Tajwid.

Dijelaskan di dalam kitab-kitab mu’tabaroh, bahwa objek tajwid antara lain adalah memberikan hak-hak huruf. Dan hak-hak huruf ini antara lain:
A.  Makhroj Huruf
Makhroj adalah tempat membunyikan  huruf, dan bisa saya pastikan semua pembaca Al-Qur’an telah menguasai prakteknya.

B.  Sifat Huruf
Sifat Huruf ini ada banyak, namun ada beberapa sifat yang saya rasa sangat penting untuk diketahui lebih dulu, yaitu ISTI’LA’ dan ISTIFAL.
Isti’la’ adalah sifat huruf yang menempel pada huruf yang suara ketika berfat-hah adalah “O”, yaitu خ – ص – ض – ط – ظ – غ - ق
sedang Istifal adalah sifat huruf yang menempel pada huruf yang suara ketika berfat-hah adalah “A”.
Huruf-huruf di atas, adalah huruf yang ketika di-fathah berbunyi “O”, yaitu Kho, Sho, Dlo, Tho, Dho, Gho, dan Qo. Untuk memudahkan mengingat, katakanlah bahwa huruf-huruf tersebut adalah huruf MECOCO atau MECUCU. Huruf Isti’la’ atau Mecoco tersebut, baik difathah, dikasroh, didlommah, atau disukun tetap harus menyertakan mecucu dulu, karena mecucu ini adalah sifat huruf isti’la’ tersebut. Untuk huruf Ro’ meskipun terbaca O, tetapi ada aturan tersendiri.
Sering diterangkan di kitab-kitab salaf mu’tabaroh, bahwa mendalami tajwid harus secara musyafahah atau menunjukkan keadaan bibir pada guru untuk dikoreksi. Jadi, belajar tajwid hanya dengan tulisan termasuk tulisan di TANBIH ini, adalah kurang sempurna, karena tidak ada koreksi dari guru.
Contoh huruf-huruf isti’la’ di atas antara lain sebagai berikut:
Dilafalkan Benar
Dilafalkan Salah
اَطِيْعُوا اللهَ
اَتِيْعُوا اللهَ
وَالطِّبَاقْ
وَالتِّبَاقْ
إِنْ كُنْتُمْ
إِنْ كُنْطُمْ
مِنَ الْغَيْظ
مِنَ الْغَيْذْ
خُذُوْا
خُظُوْا
وَبِئْسَ الْمَصِيْر
وَبِئْسَ الْمَسِيْر
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْم
اِهْدِنَا السِّرَاطَ الْمُصْتَكِيْم

Contoh اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْم agak sedikit mengkhawatirkan, karena berhubungan dengan bacaan wajib yang menentukan sah atau tidaknya sholat seseorang. Meng-hilangkan mecucu pada huruf Shod menjadikan perubahan huruf Shod menjadi Siin, dan mecucu ketika melafalkan Siin dapat menjadikan perubahan Siin menjadi Shod. Sehingga bisa berbunyi
اِهْدِنَا السِّرَاطَ الْمُصْتَكِيْم.
Disebutkan dalam ilmu tafsir, bahwa ada salah satu qiro’ah di luar Qiro’ah Sab’ah yang meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melafadhkan السِّرَاطَ (pakai Siin) ketika membaca Al-Fatihah. Mungkin itu bisa kita jadikan acuan untuk tidak menyalahkan orang lain yang membaca
 اِهْدِنَا السِّرَاطَ
(dibaca tanpa mecucu dulu/melafalkan Siin).
Namun sepanjang pengetahuan saya tidak ada satu qiro’ah-pun yang meriwayatkan bahwa Nabi ketika membaca Fatihah pernah membacaالمصْتقيم  (pakai Shod). Sehingga, tidak ada alasan bagi kita untuk membenarkan seseorang yang melafalkan
 اِهْدِنَا السِّرَاطَ المصْتقيم dalam fatihahnya.
Hal ini dapat kita petik pelajaran, bahwa kita harus berhati-hati dalam membaca Al-Qur’an atau Al-Fatihah, karena rawan terhadap perubahan makna, yang tentunya dapat menyebabkan batalnya sholat tanpa kita sadari, atau menerima la’nat Al-Qur’an yang kita baca dengan ngawur.
Dalam contoh غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ yang ada غْ yang mestinya kita lafalkan dengan mecucu agar sesuai dengan sifat غْ, namun ketika kita baca tanpa mecucu, hal itu tidak sampai mengubah arti qur’an sehingga tetap tidak mempengaruhi sah/tidaknya sholat. Akan tetapi, meskipun tidak sampai yughoyyirul ma’na dan tidak menjadikan sholat kita bathal, hal itu tetaplah berdosa karena tidak menerapkan sifat huruf غْ sebagaimana yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Berikut ini perbedaan dan persamaan Makhroj Siin dan Shod:
الصاد:
تخرج من طرف اللسان بضغط اللسان على ما فوق اتصال الثنيتين باللثة من أعلى.
السين:
تخرج من طرف اللسان بضغط اللسان على ما فوق اتصال الثنيتين باللثة من أسفل.
Yang membedakan keduanya
hanya أسفل dan أعلى yaitu Istifal dan Isti’la’,
atau Mecece dan Mecoco

Sebagaimana yang saya singgung di atas tentang huruf mecucu (isti’la’), ada hukum khusus pada Ro’ (ر). Ro’ yang mecucu disebut Ro’ Tafkhim, sedangkan Ro’ yang mecece disebut Ro’ Tarqiq. Tidak semua huruf Ro’ itu dibaca mecucu. Dalam contoh (الْمَصِيْر) itu huruf Ro’ tidak terbaca dengan posisi mecucu. Apabila mecucu, berarti telah melakukan kesalahan meskipun tidak sampai mengubah arti Qur’an.
تفخيم الراء وهي أن تكون :
(1) مفتوحة كما في:(رَاضِيَة ، الرَّاحِمِيْن) و (رَبَت ، الرَّحمن)، (2) مضمومة كما في: (الرُّوْم ، بِرُوْحِ القُدُس) ، و (رُبَمَا ، رُحَمَاء)، (3) ساكنة وما قبلها مفتوح،كما في: (مُزْدَجَر). او مضموم، كما في: (مُرْتَاب ، مُرْسَاهَا) ، (4) ساكنة وقبلها ألف المد،كما في: (النَّارْ، الغَفَّارْ)، او واو المد، كما في: (غَفُورْ ، كَفُورْ) ، (5) ساكنة وقبلها ساكن وقبله مفتوح،كما في قوله تعالى: (وَالفَجْرْ.ولَيَالٍ عَشْرْ.) او قبله مضموم،كما في: (صُفْرْ ، كُفْرْ). (6) ساكنة وقبلها كسر أصلي وبعدها حرف استعلاء غير مكسور،كما في (قِرْطَاس، مِرْصَاد). (7) ساكنة وقبلها كسر عارض،كما في: ... (ارْجِعِي ، ارْحَمْهُمَا).
ترقيق الراء، وهي أن تكون:
(1) مكسورة مطلقاً، سواء كان بعدها ياء كما في: (تَجْرِي)،أو ليس بعدها ياء كما في: (الغَرِمِين). (2) ساكنة وقبلها كسر أصلي،وليس بعدها حرف استعلاء، كما في: (فِرْعَوْن). (3) ساكنة وقبلها ياء المد، كما في: (قَدِيرْ ، بَصِيرْ). او ياء اللين، كما في: (خَيْر ، ضَيْر). (4) ساكنة وقبلها ساكن (على ألاَّ يكون حرف استعلاء) وقبله مكسور، كما في: (حِجْرْ، السِّحْرْ).
(5) أن يأتي بعدها ألف مُمَالَة، وهذه لا توجد في القرآن إلا قي كلمة: (مَجْرَاهَا) في قوله تعالى: (...بِسْمِ الله مَجْرَاهَا وَمَرْسَاهَا...)  ... (سورة هود: الآية 41).
جواز الترقيق والتفخيم، وهي أن تكون:
(1) ساكنة وقبلها حرف استعلاء ساكن وقبله مكسور، كما في: (مِصْر ، القِطْر). (2) ساكنة وقبلها كسر أصلي وبعدها (في نفس الكلمة) حرف استعلاء مكسور ، كما في: (فِرْقٍ). (3) ساكنة بسبب الوقف،ومكسورة عند الوصل،وبعدها ياء محذوفة،كما في: (يَسْرِ،نُذُرِ).[4]

Ro’ yang dibaca mecucu alias tafkhim, adalah sebagai berikut:
· Berharokat Fathah:  رَبَت ، الرَّحمن
· Berharokat Dlommah : الرُّوْم بِرُوْحِ رُبَمَا رُحَمَاء
·  Berharokat Sukun yang didahului harokat fathah atau dlommah :
فَأَرْسَلَ فَأُرْسِلَ
·  Berharokat Sukun yang didahului Alif atau Wawu Mad, وَهِيَ تَفُوْر – يَسَار
·  Berharokat sukun dan dua huruf sebelumnya berharokat Fathah Sukun atau Dlommah Sukun.
وَالفَجْرْ.ولَيَالٍ عَشْرْ. صُفْرْ، كُفْرْ
·  Berharokat sukun yang didahului kasroh asli, dan setelah Ro’ berupa huruf isti’la’.لَبِالْمِرْصَادِ
·  Berharokat sukun yang didahului kasroh ‘ARIDL (untuk memulai bacaan pada hamzah washol).    اِرْجِعِي ، اِرْحَمْهُمَا

Ro’ yang dibaca meringis alias tarqiq, adalah sebagai berikut:
·  Berharokat kasroh وَسَارِعُوْا
·  Berharokat sukun yang didahului harokat kasroh, dan huruf sebelum RO’ ini bukan huruf Istila’: مِرْفَقَا 
·  Berharokat Sukun yang didahului Ya’ sukun خَيْر-يَسِيْر
·  Berharokat Sukun, dan didahului oleh huruf non Isti’la’ yang berharokat Sukun, dan sebelum huruf non isti’la’ ini berharokat kasroh: حِجْرْ، السِّحْرْ
·  Jatuh sebelum Alif Mumalah. Di Al-Qur’an hanya ada satu kata, yaitu : مَجْرَاهَا

Ro’ yang boleh dibaca meringis alias tarqiq, dan boleh dibaca mecoco alias tafkhim adalah sebagai berikut:
·  Ro’ yang terletak setelah huruf Isti’la’ yang berharokat sukun, dan huruf Isti’la’ ini terletak setelah kasroh مِصْر ، القِطْر
·  Ro’ sukun yang terletak setelah kasroh asli, dan sebelum huruf isti’la’: فِرْقٍ
·  Ro’ kasroh yang diwaqofkan, dan terletak sebelum ya’ mahdhufah: يَسْرِ،نُذُرِ

C.  Hukum Bacaan
Kalau teori bacaan, saya kira semua sudah hafal di luar kepala. Tetapi menerapkannya dalam setiap membaca Al-Qur’an, dapatlah dihitung dengan jari. Hukum bacaan membaca Al-Qur’an antara lain Ghunnah, Idghom Bi Ghunnah, Ikhfa’, dan Iqlab.
Empat bacaan di atas, cara membacanya adalah harus ada Ghunnah (tahanan)[5]. Ulama’ tajwid berbeda pendapat mengenai Ghunnah atau lama tahanan ini, yaitu ada yang berpendapat 2 (dua) harokat dan ada yang berpendapat 2 harokat lebih sedikit agar lebih menjaga sifat ghunnah. Dan tidak ada satupun Ulama’ yang mengatakan tanpa tahanan[6].
Tahanan yang saya maksud di atas adalah proses baca yang tidak boleh langsung ngeloyor menyebut huruf berikutnya, akan tetapi harus ditahan dulu minimal 2 harokat.
Dalam contoh INNA, cara membacanya adalah IN(NN)NA. Berbeda dengan ILLA, yang tidak boleh diberi tahanan, sehingga harus terbaca ILLA, karena bukan ghunnah.
Berikut ini sekedar pengingat untuk menentukan bacaan-bacaan yang harus disertai tahanan minimal 2 harokat:
1.   Ghunnah, yaitu setiap ada Nun atau Mim Tasydid (نّ  -  مّ)
Contoh: (إِنَّ) INNA dibaca IN-NN-NA
2.   Idghom Bi Ghunnah, yaitu setiap ada suara Nun Mati bertemu dengan huruf
ي – ن – م – و
Contoh: (شَرًّا يَّرَه) dibaca :
syarroy-YY-YAROH
3.   Ikhfa’, yaitu setiap ada suara Nun Mati bertemu dengan huruf ikhfa’, atau Mim Mati bertemu dengan Ba’.
Semua bacaan Ikhfa’ adalah menyamar-kan suara Nun Mati, kecuali Ikhfa’ A’la[7] dan Ikhfa’ Syafawi. Ikhfa’ A’la adalah apabila ada suara Nun Mati bertemu dengan Ta’, Tho’, atau Dal, sedangkan Ikhfa’ Syafawi adalah apabila ada Mim Mati bertemu dengan Ba’.
4.   Iqlab, yaitu setiap ada Nun Mati bertemu dengan huruf Ba’, suara Nun Mati tersebut dibaca Mim Mati. Dalam membaca Iqlab ada 2 versi, yaitu ada yang langsung membunyikan huruf MIM, dan ada yang dengan membunyikan NUN SUKUN dahulu secara samar[8].

Oval: 2Empat bacaan di atas, dalam setiap membacanya harus diberi tahanan minimal 2 harokat, dan bukan ngeloyor menyebut huruf berikutnya meskipun sudah dibarengi samar atau penggantian dari Nun Sukun menjadi Mim (dalam bacaan Iqlab).
Oval: 2Adapun bacaan-bacaan atau hukum-hukum lain bisa mereferensi kitab-kitab klasik yang lebih detail. Dan demi terjaga dari la’nat Al-Qur’an sekaligus tidak bertindak sebagai pembaca sesat yang menyesatkan (ضال مضل), tidak ada salahnya bila kita muroja’ah dan memberi dorongan pada santri lain/jama’ah untuk berta’allum ilmu tajwid, lalu ditashhihkan pada Ahli Tajwid Mu’tabaroh, untuk kemudian dibudayakan membaca sesuai kaidah tajwid yang merupakan wahyu dari Allah SWT.
Selain empat bacaan di atas, ada hal penting lagi yang tak boleh dilanggar, yaitu dalam hal mad thobi’i dan mad far’iy.
Mad Thobi’i adalah mad yang panjangnya 2x harohat, dan tidak dibenarkan membunyikan lebih dari 2 harokat. Apabila bacaannya cepat, maka panjang mad thobi’i ini tetap 2x harokat cepat; demikian pula apabila bacaannya lambat, mad thobi’i juga dibaca 2x harokat lambat.
Standart hitungan, biasanya setiap guru berbeda dalam mempresentasikan. Ada yang memakai hitungan jari, ketukan, ataupun gerakan tangan. Namun semua itu, pada dasarnya adalah sama, yaitu 2x harokat.


 





















Dalam contoh Ladzahaba Bisam’ihim, terdapat 10 harokat, yaitu pada lafadh Ladzahaba terdapat 4 harokat, dan pada lafadh Bisam’ihim terdapat 6 harokat.
Apabila ketukan/hitungan/gerakan jari atau cara baca yang stabil dan tepat, maka masing-masing harokat pada kalimah Ladzahaba Bisam’ihim akan terbaca sama, yaitu tidak ada yang lebih panjang antara harokat yang satu dengan harokat yang lain. Dan apabila diterapkan, maka yang disebut mad thobi’i adalah 2x bacaan harokat pada tiap-tiap hurufnya.


Untuk mad-mad yang lain, bisa kembangkan sendiri dalam cara membacanya, yaitu:
Mad Thobi’i: 2 harokat; Mad Wajib Muttashil : 5 harokat; Mad Jaiz Munfashil: 5 harokat; Mad Lazim: 6 harokat.

Harapan kita semua,  semoga kita dalam membaca Al-Qur’an tidak berada di kategori Lahn Khofi Yang Berdosa (Kesalahan pada bacaan yang semestinya kita mampu untuk benar), apalagi berada di Lahn Jali (Kesalahan fatal pada bacaan, apalagi sampai dapat mengubah arti atau substansi Al-Qur’an). Andaikata tidak mampu benar, semoga kita masih berada di kategori Lahn Khofi Ma’fuwun ‘Anhu (Lahn yang ampuni).
Dan seandainya ada perbedaan pendapat mengenai Lahn Khofi atau Jali, ataupun perbedaan tentang salah-tidaknya bacaan santri pada umumnya, bukan itu yang terpenting, tetapi sebuah usaha kita untuk bertajwid dan membudayakan tajwid pada diri sendiri dan masyarakat itulah yang lebih utama.

Referensi: Syifa’ul Janan, Al-Jazariyah, Fathu Robbil Bariyyah, Iqro’, Qiro’ati, Qur’anah, Yanbu’a, Ahkamut Tajwid, Ihkamul Ahkam Fi Tajwidil Qur’an, Ta’limu KH. Bashori Alwi Singosari Malang, Ta’limu KH. Muhsinin Husnan Sarang, Ta’limu KH. Ulil Abshor Arwani, Kudus.


Bacaan-bacaan Yang Berpotensi Mengubah Arti, Yang Sering Terjadi Di Masyarakat Tanpa Sengaja:
1.     Ketika membuka suatu acara, ketika membaca Fatihah, semua Mad yang ada di akhir ayat selalu dibaca pendek.
salah kaprah
sebenarnya
بسم الله الرحمن الرحِمْ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
الحمد لله رب العالَمِنْ
اَلْحَمْدُ لله رب العَالَمِيْنَ
الرحمن الرحِمْ
الرحمن الرحِيْمِ
ملك يوم الدِّنْ
ملك يوم الدِّيْنِ
وإياك نستعِنْ
وإياك نستعِيْنُ
اهدنا الصراط المستقِمْ
الصراط المستقِيْمَ
عليهم ولا الضالِّنْ
عليهم ولا الضالِّيْنَ
2.     Ketika membaca ayat ini, tidak menerapkan sifat huruf ta’ dan sin, sehingga berubah menjadi tho’ dan shod, dan itu berpotensi mengubah arti,
salah kaprah
sebenarnya
وكطُبه وَرُصُلِهِ
وكتُبه وَرُسُلِه
3.     Ketika membaca Wa’fu Annaa Waghfir-Lanaa Warhamnaa, selalu memanjangkan bacaan yang pendek, dan itu bisa mengubah arti.
salah kaprah
sebenarnya
وَاعْفُوْ عنَّا واغفر لَانَا
وَاعْفُ عنَّا واغفر لَنَا

4.     Memanjangkan BU pada lafadh Hasbu, mengubah Wakiil menjadi Waakil, dan mengubah Nashiir menjadi Naashir,
salah kaprah
sebenarnya
حَسْبُوْنَاالله ونعمَ الوَاكِلْ
حَسْبُنَا الله ونعم الوَكِيْل
نعم المولى ونعم النَّاصِرْ
نعم المولى ونعم النَّصِيْر
5.     Selalu mengubah ILLA dalam lafadh ILLA menjadi ILLO, sehingga berbunyi ILLOLLOH
salah kaprah
sebenarnya
La ilaha illOlloh
La ilaha illAlloh
6.     Mengubah bunyi MU menjadi MO, dalam lafadh MUhammad, sehingga berbunyi Mohammad.
salah kaprah
sebenarnya
mOhammad
mUhammad,
karena tulisannya:
مُحمد
7.     Mengubah Alif Fathah menjadi O, dalam lafadh Allohumma, sehingga berbunyi OLLOhumma.
salah kaprah
sebenarnya
Ollohumma
Allohumma
karena tulisannya:
اَللّهم
(Alif Fathah = A)

8.     Mengubah shoLLALLOhu menjadi shoLLOLLOhu.
salah kaprah
sebenarnya
shollOllohu
shollAllohu,
karena tulisannya:
صلَّى الله
(Lam Fathah = La)
9.     Mengubah lafadh adhiim dalam astaghfirullohal adhim, menjadi aadhim, sehingga berbunyi astaghfirullohal aadhim.
salah kaprah
sebenarnya
استغفر الله العَاظِمَ
استغفر الله العَظِيْمَ
10. Dan masih banyak kesalahan-kesalahan yang kaprah terjadi di masyarakat.



*) Turmudzi, S.H.I.
- Lulusan MGS, Sarang, 2002.
- Pernah Belajar di Pesantren Ilmu Qur’an (PIQ) Singosari, Malang, tahun 2000.
- F. Syari’ah, Institut Agama Islam Al-Aqidah,
Jakarta, 2010.
- Staf Pengajar Tartilul Qur’an
di Nurul Amin, Cokrowati.
- Tinggal di Desa Cokrowati, Tambakboyo.



[1] Sok tahu, sok benar, sok menyalahkan.
[2] Kitab Mu’tabaroh adalah kitab-kitab klasik yang sesuai dengan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
[3] .....سئل علي بن أبي طالب - رضي الله عنه - عن هذه الآية فقال : الترتيل هو تجويد الحروف ومعرفة الوقوف (التمهيد فى علم التجويد)

[4] Ahkamut Tajwid
[5] Lihat  Ihkamul Ahkam Fi Tajwidil Qur’an, dan kitab-kitab tajwid lainnya
[6] KH. Muhsinin Husnan Al-Hafidh
[7] KH. Bashori Alwi, PIQ, Singosari, Malang
[8] KH. Ulil Albab Arwani, Kudus

Apa yang kurang dari Blog ini?

FAS TAMBAKBOYO