Kamis, 03 Mei 2012

BERSAMA ATAU BERBEDA DALAM RAHMAT


Bersama atau berbeda dalam rahmat

Akan terasa indah dan menyenangkan jika gema takbir di hari raya dapat bergema dalam satu kebersamaan umat Islam. Kaum muslimin di suatu kawasan berbondong-bondong menuju tempat pelaksanaan shalat ied di hari yang sama. Inilah kebersamaan yang menjadi salah satu wujud persatuan umat Islam, suatu persatuan yang selama ini menjadi momok musuh Islam dalam menga-lahkan Islam.
Bernard Louis seperti dikutip Dr. Said Ramadhan al-Buthi dalam al-Jihad fi al-Islam mengatakan bahwa salah satu cara mengalahkan Islam adalah dengan memecah belah umat Islam. Karena itu perbedaan hari raya yang sering terjadi di kalangan umat Islam di Indonesia tentu menjadi tontonan yang menye-nangkan bagi musuh Islam dan peman-dangan yang menyedihkan bagi umat Islam.
Perbedaan 1 syawal yang sering menjadi titik perbedaan dan dilihat sebagai perpecahan di kalangan umat Islam, haruslah dihindari sedapat mungkin. Sebab, membiarkan umat memper-tentangkan penetapan 1 Syawal sama dengan memberi tontonan gratis bagi musuh Islam.
Berbeda bukan Bepecah belah
Perbedaan pendapat adalah hal yang pasti terjadi. Sebab tidak pernah ada orang yang diciptakan sama persis dengan orang lain. Dan perbedaan itu juga terjadi pada ulama terdahulu. Itulah yang kemudian memunculkan mazhab-mazhab fiqih, seperti mazhab Hanafiah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanbaliyah. Para Ulama terdahulu mensikapi perbedaan secara bijak. Yang sholat shubuh tidak pakai qunut berjamaah dengan imam yang pakai qunut, demikian pula sebaliknya. Yang sholat tidak membaca basmalah ketika fatihah berjamaah di belakang imam yang mem-baca basmalah, demikian pula seba-liknya. Sehingga perbedaan yang terjadi tidak menjadi perpecahan dan permu-suhan, tetapi justru menjadi rahmat.
Saat ini kita juga sedang menghadapi kemungkinan terjadinya perbedaan, yaitu perbedaan penetapan 1 Syawal bagi umat Islam di Indonesia. Sebagian umat sudah menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari selasa 30 Agustus 2011. Dan  mungkin sebagian yang lain menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Rabo 21 Agustus 2011. Tentu akan sangat menggembirakan jika sampai terjadi perbedaan, perbedaan itu tidak berujung perpecahan, tetapi menjadi rahmat sebagaimana dilakukan ulama-ulama terdahulu.
Kemungkinan adanya perbedaan itu ada karena :
1.    Belum adanya kesamaan pemaha-man oleh muslim Indonesia bahwa Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Agama adalah satu-satunya yang berhak menetapkan hari Raya (1 Syawwal)
2.    Adanya perbedaan metode pene-tapan awal Syawal yang dianut seba-gian muslim Indonesia (ormas) deng-an metode yang dipakai Pemerintah.
Adapun macam-macam metode penen-tuan 1 Syawal yang berlaku di Indonesia dan sering terjadi perbedaan hasil an-tara satu dengan yang lain, juga dengan pemerintah adalah sebagai berikut:
1.       Ru’yah Bathiniyah/Terawangan
Ru’yah dengan menggunakan indera batin/terawangan, tanpa melihat secara langsung pada Hilal (Bulan Sabit) dengan mata kepala atau alat.
Ru’yah jenis ini tidak sesuai dengan syari’at islam, karena yang dimaksud dalam hadits nabi “Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan ber-idul fitrilah kalian karena melihat hilal” adalah melihat dengan mata kepala, bukan dengan mata bathin.
2.       Hisab Urfy
Adalah perhitungan bulan dengan sistem global dan pasti, seperti Aboge dan Asapon serta hitungan lain yang tidak berdasar pada muncul atau tidaknya hilal. Hisab jenis ini adalah hisab yang tidak bisa digunakan untuk menetapkan awal Syawwal, bisa digunakan sebatas hanya ancar-ancar saja.
3.       Ru’yah tanpa mempertimbangkan Hisab.
Adalah metode pengamatan hilal secara langsung tanpa memper-timbangkan apakah secara hisab sudah ada hilal atau belum, dan apakah hilal dapat dilihat atau belum. Metode ini dapat menyebab-kan adanya perbedaan Hari Raya apabila ada seseorang yang menga-ku telah melihat hilal, padahal me-nurut perhitungan ilmu hisab dan sains modern yang mempunyai tingkat akurasi tinggi dikatakan hilal tidak mungkin dapat dilihat baik dengan alat maupun mata telanjang. Pemerintah dapat menolak penga-kuan ini, karena syarat pengakuan melihat hilal diterima adalah adalah adanya kemungkinan melihatnya secara akal, kebiasaan dan syara’. Tapi boleh juga pemerintah mene-rima pengakuan ini. sehingga me-munculkan istilah Hilal Syar’i, yaitu pengakuan menyaksikan hilal pada saat hilal belum mungkin atau bahkan mustahil diru’yat, namun sah digunakan sebagai dasar pene-tapan isbat karena yang bersang-kutan bersedia disumpah dengan alasan demi kemaslahatan ummat.
4.       Hisab Wujudul Hilal
Adalah metode perhitungan bulan dengan ilmu hisab/falak dan ilmu sains modern, namun tidak mem-pertimbangkan apakah hilal bisa dilihat atau tidak. Perhitungan jenis ini adalah jika setelah terjadi ijtima’, bulan terbenam setelah terbenam-nya matahari maka malam itu di-tetapkan sebagai awal bulan hijriyah tanpa mempertimbangkan berapa-pun sudut ketinggian bulan saat matahari terbenam. Banyak yang mempertanyakan metode hisab ini, karena sesuai hadits nabi:
« صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ » رواه أحمد.
“Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan beridul fitrilah kalian karena melihat hilal, apabila kalian terhalang dari melihatnya maka sempurnakanlah bulan menjadi tigapuluh hari.” HR. AHMAD
Yang menjadi ukuran adalah apakah sudah melihat hilal atau belum, bukan apakah sudah masuk bulan atau belum.
Sehingga sering perbedaan hari raya terjadi karena ada yang menggu-nakan metode ini sedangkan hilal dalam posisi belum memungkinkan untuk dilihat.
5.       Hisab Imkanur Ru’yah
Adalah metode perhitungan bulan dengan ilmu hisab/falak dan ilmu sains modern, dengan memper-timbangkan apakah hilal bisa dilihat atau tidak. Apabila hilal memung-kinkan untuk dilihat maka awal bulan telah tiba, tetapi sebaliknya, apabila hilal tidak mungkin dilihat maka awal bulan ditunda 1 (satu) hari. Pemerintah RI menetapkan bahwa hilal yang mungkin dapat dilihat adalah ketika matahari terbenam, ketinggian bulan di atas horison tidak kurang dari 2 derajat.
Metode inipun bisa menimbulkan perbedaan Hari Raya apabila menu-rut hisab bulan sudah memung-kinkan untuk dilihat, tapi kenyata-annya tidak ada seorangpun yang melihat hilal.
6.       Berdasarkan penetapan Arab Saudi:
Pemerintah Arab Saudi menetapkan Idul fitri berdasarkan Rukyatul Hilal. Kaidahnya sederhana "Jika ada laporan rukyat dari seorang atau lebih pengamat/saksi yang dianggap jujur dan bersedia disumpah maka sudah cukup sebagai dasar untuk menentukan awal bulan tanpa perlu dilakukan uji sains terhadap kebe-naran laporan tersebut".
Metode ini sering menimbulkan terjadinya perbedaan Hari Raya yaitu ketika Pemerintah Saudi menetapkan Hari Raya berdasarkan pada laporan rukyat dari seseorang.
Sedangkan posisi hilal di Indonesia belum terlihat dan atau belum memungkinkan untuk dilihat.

Melihat kenyataan di atas, maka perbedaan hari raya tetap mungkin terjadi apabila muslim Indonesia (ormas) menetapkannya secara sendiri-sendiri, apapun metode yang digunakannya. Terlepas dari apakah metode yang digunakan benar atau salah, bahkan meskipun menggunakan metode yang sama.
Jalan keluarnya adalah dengan menem-patkan pemerintah sebagai satu-satunya yang punya otoritas untuk menetapkan hari raya, serta mengikuti penetapan pemerintah ini dengan alasan :
1.    Kewajiban untuk taat pada pemerintah termasuk di dalamnya adalah dalam hal penetapan hari raya, sebagaimana yang dikatakan Al Qurtubiy dalam tafsirnya. Selama penetapan itu dengan cara yang benar, berdasarkan dalil QS: 4:59:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
2.    Keputusan Hakim (pemerintah) itu suatu ketetapan dan demi menghilangkan perbedaan.
حكم الحاكم الزام و يرفع الخلاف

BERSAMA ATAU HIKMAH
Kalau tahun ini pada hari Senin (29/8) hilal berhasil dilihat dan pemerintah menetapkan Hari Raya pada Selasa, Insya Allah kita akan bersamaan berhari raya pada Selasa.
Apabila hilal tidak terlihat atau klaim kesaksiannya ditolak, dan pemerintah menetapkan hari raya pada Rabu, maka semestinya kita harus taat pada pemerintah.
Apabila ada yang meyakini berdasarkan dalil yang bisa diterima bahwa 1 Syawal mendahului pemerintah, maka ia diper-bolehkan berbeda dalam mengakhiri puasa, tetapi tidak diperbolehkan melaksanakan sholat ied dan menggemakan takbir mendahului ketetapan pemerintah, serta tidak diperbolehkan secara terang-terangan memperlihatkan diri tidak berpuasa. (red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa komentar Anda?

Apa yang kurang dari Blog ini?

FAS TAMBAKBOYO