Kamis, 03 Mei 2012

AMALAN DI BULAN SYA'BAN


AMALAN DI BULAN SYA'BAN

Banyak orang meyakini bahwa bulan Sya’ban, terutama malam nishfu Sya’ban, merupakan saat yang memiliki fadlilah tersendiri. Karena itu, banyak orang melakukan amalan-amalan di bulan tersebut dengan maksud mendapatkan pahala yang lebih bayak. Amalan-amalan yang dilakukan beraneka ragam, mulai dari hal-hal yang bebentuk ibadah seperti puasa, dzikir dan berdoa; sampai hal-hal yang tidak bebentuk ibadah seperti membuat ketupat, membuat serabih; bahkan hingga hal-hal yang berbentuk maksiat.
Keutamaan Bulan Sya’ban
Menurut Islam, bulan Sya’ban memang memilki keistimewaan. Diceritakan dalam hadits shohih bahwa Usamah bin Zaid bertanya,”Ya Rasulullah, aku tidak melihatmu berpuasa di suatu bulan sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban”. Rasulullah menjawab, “Itu (bulan Sya’ban) bulan yang dilalaikan manusia diantara bulan Rajab dan Ramadhan. Itu bulan dimana amal perbuatan (manusia) dilaporkan kepada Tuhan semesta alam. Karena itu aku menginginkan amal perbuatanku dilaporkan dalam keadaan aku sedang berpuasa”. (An-Nasa’iy:2317).
Secara khusus, malam nishfu Sya’ban juga disebutkan dalam hadits shohih sebagai malam yang memiliki keutama-an. Rasulullah Bersabada, “Sesungguh-nya Allah memandang (dengan kasih sayang) kepada makhluknya pada malam nishfu Sya’ban, lalu mengampuni seluruh makhluknya kecuali orang musyrik dan orang-orang yang ber-musuhan”. (Ibnu Majah: 1380). Versi lain menyebutkan bahwa pada malam nishfu Sya’ban Allah mengampuni seluruh hamba-hambanya kecuali dua golongan, yaitu orang orang yang bermusuhan dan pembunuh. (Ahmad:6352).
Amalan-Amalan Yang Dianjurkan di Bulan Sya’ban
Di bulan Sya’ban umat Islam disunnah-kan memperbanyak puasa. Aisyah berkata, “Aku tidak melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan. Dan aku tidak melihat Rasulullah berpuasa lebih banyak dari berpuasa di bulan Sya’ban”. (Bukhori: 1833). Hadits ini menggambarkan bagaimana puasa Rasulullah dalam satu tahun. Pada bulan Ramadhan Rasulullah berpuasa satu bulan penuh. Dan selain bulan Ramadhan, Rasulullah juga ber-puasa, tetapi yang paling banyak adalah pada bulan Sya’ban.
Tidak terdapat ketentuan jumlah hari dalam bulan Sya’ban dimana seseorang dianjurkan berpuasa. Selama bulan Sya’ban, seseorang boleh berpuasa hanya satu hari dan sudah mendapatkan keutamaan berpuasa bulan Sya’ban, boleh lebih dari satu hari, bahkan boleh berpuasa sebulan penuh dan bersam-bung dengan puasa bulan Ramdhan. Sebab, sebagaimana dituturkan Aisyah, Rasulullah juga pernah berpuasa Sya’ban sebulan penuh. (Bukhori:1834).
Yang lebih penting bukanlah berapa hari seseorang melakukan puasa Sya’ban, tetapi seberapa mampukah seseorang melaksanakan puasa tanpa memaksakan diri dan seberapa mampukah seseorang merutinkan puasanya. Jadi, jika sese-orang hanya mampu melaksanakan puasa Sya’ban hanya satu hari, maka satu hari lebih baik dari pada lebih satu hari tetapi dengan memaksakan diri. Demikian pula puasa satu hari, tetapi dilaksanakan rutin setiap bulan Sya’ban, lebih baik dari pada puasa lebih dari satu hari tetapi bulan Sya’ban tahun berikutnya tidak puasa lagi. Rasulullah bersabda, “Ambillah amal yang kalian mampu melaksanakannya, karena se-sungguhnya Allah tidak ‘bosan’ hingga kalian bosan. Dan shalat yang paling disukai Nabi adalah shalat yang dirutinkan meskipun sedikit”. (Bukhori:1834, Muslim: 1302).
Tetapi, tentu saja berpuasa sebulan penuh lebih utama ketimbang puasa sepuluh hari, puasa sepuluh hari lebih utama ketimbang puasa lima hari, jika semuanya dilakukan sesuai kemampuan dan tanpa memaksakan diri serta dilakukan secara rutin.
Demikian pula, tidak ada hari paling utama untuk melakukan puasa Sya’ban. Seluruh hari dalam bulan sya’ban memiki derajat keutamaan yang sama. Jadi berpuasa pada tanggal satu sama derajat keutamaannya dengan puasa pada tanggal 15.
Terkait dengan tanggal, yang terpenting diketahui adalah bahwa berpuasa pada separoh terakhir bulan Sya’ban, yaitu tanggal 16 sampai dengan 30, hukumnya haram, kecuali jika puasa pada hari-hari tersebut bertepatan dengan puasa yang sudah rutin dijalankan.
Jadi, jika seseorang hendak berpuasa di bulan Sya’ban, maka ia tidak boleh ber-puasa pada tanggal 16 atau sesudahnya, kecuali dalam kasus-kasus berikut:
Jika seseorang sudah berpuasa sebelum tanggal 16, maka ia diper-bolehkan berpuasa pada separoh ter-akhir bulan Sya’ban. Misalnya, pada tanggal 15 atau sebelumnya sese-orang telah berpuasa Sya’ban, maka ia diperbolehkan berpuasa pada tanggal 16 dan sesudahnya.
Jika pada tanggal 16 atau sesudahnya bertepatan dengan hari dimana seseorang telah rutin menjalankan puasa, maka ia diperbolehkan men-jalankan puasa pada tanggal terse-but. Misalnya, seseorang rutin men-jalankan puasa Senin dan kebetulan hari tersebut jatuh pada tanggal 16, 23 dan 30 Sya’ban, maka ia diperbo-lehkan berpuasa pada tanggal-tanggal tersebut.
Jika seseorang memiliki hutang puasa, maka ia diperbolehkan mem-bayar (mengqodlo’) puasa tersebut pada separoh terakhir bulan Sya’ban. Misalnya, pada tahun 1430_H. sese-orang meninggalkan puasa karena udzur dan hingga tanggal 15 Sya’ban tahun 1432 ia belum membayarnya, maka ia diperbolehkan mengqodlo’ puasanya pada tanggal 16 Sya’ban atau sesudahnya.
Mengisi Malam Nishfu Sya’ban dengan Dzikir dan Doa
Pada malam nishfu Sya’ban umat Islam dianjurkan untuk menghidupkannya dengan melakukan dzikir dan doa. An-Nawawi berkata bahwa as-Syafi’iy dan pengikutnya berpendapat bahwa menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan dzikir dan doa termasuk sun-nah, meskipun hadits yang digunakan sebagai dasar lemah. Sebab dzikir dan do’a pada malam nishfu Sya’ban merupakan keutamaan amal (fadloilul a’mal) dan hadits dho’if bisa dijadikan dasar untuk hal-hal yang bersifat keutamaan amal. (An-Nawawy dalam Majmu’, 5:43)
Mengisi malam nishfu Sya’ban bisa dilakukan dengan membaca Yasin, Tahmid, Tasbih, Takbir, Istighafar atau dzikir dan doa lain. Tidak ada bacaan dzikir ataupun doa tertentu yang dianjurkan pada malam nishfu Sya’ban. Jadi, membaca Yasin sama besar pahalanya dengan membaca tasbih atau bacaan dzikir yang lain.
Diantara bacaan-bacaan yang dilakukan ulama adalah:
Surat Yasin
لاَاِلَهَ اِلَّا اَنْتَ سُبْحَانَكَ اِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيَن
اللَّهُمَّ يَا ذَالمَنِّ وَلاَ يُمَنُّ عَلَيْهِ يَا ذَالجَلَالِ وَالاِكْرَامِ يَا ذَا الطَّوْلِ وَالْاِنْعَامِ لَااِلَهَ اِلَّا اَنْتَ ظَهْرَ اللَّاجِيْنَ, وَجَارَ الْمُسْتَجِيْرِيْنَ, وَمَأْمَنَ الْخَائِفِيْنَ, اللهم اِنْ كُنْتَ كَتَبْتَنِيْ عِنْدَكَ فِي اُمّ الْكِتَابِ شَقِيًّا اَوْ مَحْرُوْمًا اَوْ مَطْرُوْدًا اَوْ مُقْتَرًا عَلَيَّ فِي الرِّزْقِ فَامْحُ اللهم بِفَضْلِكَ شَقَاوَتِي وَ حِرْمَانِي وَطَرْدِيْ وَإِقْتَارِ رِزْقِي وَأَثْبِتْنِي عِنْدَكَ فِي اُمِّ الْكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِنَّكَ قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ فِي كِتَابِكَ الْمُنَزَّلُ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكَ الْمُرْسَلِ (يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ اُمُّ الْكِتَابِ). اِلَهِيْ بِالتَّجَلِّي اْلاَعْظَمِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِ شَعْبَانَ الْمُكَرَّمِ الَّتِي يُفْرَقُ فِيْهَا كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍ وَ يُبْرَمُ. اَنْ تَكْشِفَ عَنَّا مِنَ الْبَلاَءِ مَا نَعْلَمُ وَ مَا لاَ نَعْلَمُ. وَمَا اَنْتَ بِهِ اَعْلَمُ اِنَّكَ اَنْتَ الْاَعَزُّ اْلاَكْرَمُ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Demikian pula, tidak terdapat hitungan tertentu yang dianjurkan dalam dzikir atau doa malam nishfu Sya’ban. Bacaan-bacaan tersebut bisa dibaca sekali, dua kali atau berapapun. Prinsipnya, semakin banyak seseorang membaca dzikir pada malam nishfu Sya’ban, semakin besar pahalanya dan semakin besar pula keutamaan yang diperoleh.
Amalan Bulan Sya’ban yang tidak diperbolehkan
Melakukan sholat nishfu Sya’ban yang biasanya berjumlah 100 rakaat dan di-lakukan dengan cara-cara tertentu adalah bid’ah munkaroh. Karena itu tidak boleh dilakukan. Hadits-hadits yang membicarakan amalan tersebut semuanya tidak bisa dipertangungja-wabkan. (An-Nawawy dalam Majmu’, 4:56).
Termasuk bid’ah munkaroh yang tidak boleh dijalankan adalah memasang ketupat di pintu rumah dan menyala-kan obor di sepanjang jalan menuju ru-mah dengan keyakinan bahwa ketupat dan obor tersebut bisa menjadi pe-tunjuk jalan bagi arwah nenek moyang yang akan pulang di bulan Sya’ban.
Amalan Mubah Di Bulan Sya’ban
Adapun membuat ketupat atau kue apem seperti tradisi di beberapa daerah yang dilakukan di bulan Sya’ban merupakan amalan mubah. Amalan-amalan tersebut tidak berhubungan dengan ibadah. Dan kalaupun diting-galkan juga tidak mendapat dosa. Tetapi jika membuat makanan-makanan tersebut dimaksudkan untuk sedekah, maka hal itu dapat menda-tangkan pahala bersedekah.

@Tim Redaksi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa komentar Anda?

Apa yang kurang dari Blog ini?

FAS TAMBAKBOYO